Tidak terpikirkan wishlist saya yang satu ini akan tercapai di awal tahun ini. Bermula dari ajakan seorang kawan lama untuk melihat sunrise di jembatan Suramadu, dan berakhir belok menjadi mendaki ke puncak Budug Asu. Ya inilah sedikit cerita random dari saya bersama teman perjalanan sebagai pembuka di awal tahun 2023.
Perjalanan ini dimulai dari kota Malang tepatnya pukul 2 dini hari setelah pesta kembang api akhir tahun 2022 berakhir. Yap benar-benar awal tahun banget. Cuaca pagi saat itu bisa dibilang tidak terlalu bagus, dengan kondisi angin kencang yang sudah berlangsung sejak satu hari sebelumnya, rasanya motoran kali ini akan membawa pulang cinderamata berupa masuk angin. Tapi, karena kami sudah terlanjur tidak tidur, dengan bermodal jaket, baju dobel, helm pinjam (siapapun pemilik helm princess di kos saya waktu itu mau bilang makasih) dan sarung tangan, kami rasa ini akan aman.
Kami menembus dinginnya pagi kota Malang, dengan melesat menuju kota Surabaya sebagai niat tujuan pertama. Walaupun angin berhembus dengan kencang, tapi tidak sedikitpun melunturkan semangat kami berdua untuk sampai ke ujung utara Jawa Timur. Sekitar kurang lebih 30 menit perjalanan atau lebih tepatnya saat sampai di daerah Singosari, tiba-tiba saja teman perjalanan saya ini melemparkan pertanyaan random.
“mau ke budug asu gak?”
Hah! Pertanyaan macam apa ini. Bisa-bisanya di tengah perjalanan mau belok dan diajak muncak di waktu dini hari. Mana saat itu kami berdua benar-benar gak ada persiapan sama sekali, bahkan tidurpun belum.
Tapi apakah kalian tahu apa yang kami putuskan. Yap tanpa berpikir panjang saya menyetujui perubahan perjalanan ini dan langsung mencari jalan menuju kesana. Hahahaha, maaf malam itu *eh salah maksudnya pagi itu kami berdua emang lagi gak waras.
Menuju Basecamp Budug Asu
Baik, karena sudah sepakat saya auto langsung ganti tujuan dan mencari jalan menggunakan Gmaps. Kalau dilihat dari titik kami saat itu, lokasinya tidak terlalu jauh untuk sampai ke basecamp Budug Asu, dan sepertinya tidak akan sulit. TAPI EMG IYA?
Jeng jeng jeng..
Entah sial atau tidak, ternyata jalur yang diberikan Gmaps hampir menggoyahkan mental kami. Bagaimana tidak, kami dibawa menembus jalanan tengah kebun bambu tanpa penerangan sedikitpun selain mengandalkan lampu motor yang tidak terlalu terang juga (huhuhu, apa ini tandanya?). Hampir saja kami mengurungkan niat dan putar balik, tapi dengan mencoba tetap mewaraskan diri sambil bicara terus dan ngobrol ngalor ngidul, akhirnya rasa takut kami berdua bisa sedikit terkendalikan. Huft ada ada saja baru juga mulai.
Sekitar kurang lebih 15 km dari titik kami memutuskan perubahan rencana, akhirnya kami sampai di gerbang pertama yaitu Kebun Teh Agrowisata Wonosari. Eits ternyata yang tadi belum seberapa. Mental ternyata masih belum selesai untuk diguncang kembali. Saat sampai di pintu masuk, kami menghampiri tiga petugas yang sedang bercengkrama berharap menemukan arahan untuk melanjutkan perjalanan ini (sekalian mau ijin niatnya).
Lucunya petugas malah bertanya “Mau ngapain kalian kesini” dengan nada sedikit ketus. Setelah kami bercengkrama dengan mereka dengan suasana cukup tegang, ternyata kami diinfokan bahwa ada yang harus dievakuasi dari puncak karena sakit. Namun masih belum berhasil akibat terkendala medan yang terlalu berlumpur. Seketika kami kebingungan, apakah sebahaya itu rute pendakian Budug Asu, namun dilain pihak kami juga semakin penasaran untuk mencobanya.
Setelah berkompromi akhirnya kami tetap diperbolehkan untuk mendaki. Lalu salah satu petugas yang baik hati juga menawarkan untuk memarkirkan motor kami di rumahnya. Tidak hanya itu, beliau juga meminjamkan kami tas, senter dan bahkan secara sukarela mengantarkan kami menuju pintu rimba (terimakasih banyak Pak Joe). Selama perjalanan diantar ke pintu rimba ini Pak Joe sembari bercerita tentang pengalamannya naik gunung dan tentunya membuat semangat kami semakin membara.
Sampai di pintu rimba kami disuguhkan oleh kenyataan bahwa ini GELAP BGT COI. Yap ini jam 3 dini hari dan kami akan masuk hutan yang cukup lebat tanpa penerangan lampu jalan seperti yang kami bayangkan sebelumnya. Pak Joe memberi arahan dan wejangan sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan kami berdua. Siap memasuki pintu rimba tak lupa berdoa dulu sembari mengembalikan keberanian setelah kami menyadari kini hanya tinggal kami berdua saja yang akan masuk ke dalam hutan.
Jujur tak pernah terbayangkan dalam seumur hidup saya akan masuk hutan dengan kondisi di waktu dini hari seperti ini, telebih hanya berdua ditambah minim cahaya. Kembali teringat kalau saja tadi kami menolak senter yang dipinjamkan Pak Joe habis sudah kami diselimuti kegelapan sepanjang jalan. Disamping itu, selama perjalanan kami terus menerus mencoba tetap mewaraskan pikiran kami, sama seperti sebelumnya kami berjalanan sambil bicara ngalor ngidul tentang apapun itu untuk tetap terus berpikiran positif (walau sebetulnya agak dag dig dug ser bgt kalo tiba-tiba ada yg lewat yak).
Jujur ini diluar ekspektasi bakal jalan kayak gini selama kurang lebih 1 ½ jam-an. Mending pulang aja gak sih? hehe
Cuaca saat didalam hutan untungnya cukup bersahabat, walau lama-lama dinginnya suhu pagi itu mulai nusuk-nusuk kulit. Eits, untungnya secara kebetulan kami berdua sama-sama membawa sarung tangan, jadi rasanya sedikit terselamatkan. Oke, baru beberapa menit berjalan ada satu hal bodoh lainnya yang kami baru sadar, ternyata kami hanya membawa 1 botol air mineral 700ml dan ini sudah di tengah hutan. SIAL, kami lupa untuk membelinya saking se-excited itu untuk muncak. Mencoba untuk tenang, kami berdua memutar otak dengan melakukan manajemen konsumsi air sembari menunggu dan berharap dipuncak atau entah di pos berapa akan ada warung untuk kami membelinya. Untungnya cuaca sejuk pagi sangat membantu strategi ini.
Oiya masih ingatkan info kalau ada yang harus dievakuasi dari puncak karena sakit itu? di istirahat ntah yang sudah keberapa kali itu kami berhenti, akhirnya kami berpapasan dengan tiga orang menggunakan senter. Ternyata salah satu dari merekalah yang perlu dievakuasi, yakni seorang laki-laki,. Hemm jadi gak heran si diawal para petugas seperti meng-underestimate kami berdua yang notabennya wanita (duh gak tau aja pak luarannya doang ini kita cewek hahaha).
Mengejar Sunrise Budug Asu
Langit mulai menerang tandanya kami harus mempercepat perjalanan agar tujuan utama melihat sunrise di puncak kami tidak gagal. Tapi karena kita berdua adalah newbie, perjalanan menjadi memakan waktu sedikit lama dengan banyaknya berhenti untuk beristirahat dan berjalan santai agar stamina tetap stabil plus pastinya juga untuk menghemat pasokan air kami yang minim.
Lambat tapi pasti, akhirnya kami sampai di tanjakan demit. Perjalanan menuju puncak yang sangat menguras banyak tenaga ternyata baru dimulai dari sini. Sebetulnya ada dua jalur disana, karena hanya tulisan arah tanjakan demit yang kami lihat saat itu maka dengan tanpa ada pilihan kami memilih jalan tersebut.
Jauh sebelum ini, saya sudah pernah dengar dari teman yang pernah berkunjung kesini bahwa jalur ini akan sangat lebih melelahkan dari jalur rimba yang panjang sebelumnya. Tangajakan demit memiliki jalur tangga yang tinggi dan curam membuat kaki lebih memanas disini. Yap betul saja kami langsung dihadapkan oleh jalur tanjakan anak tangga yang terbuat dari batu yang terjal dan licin, dan tiba-tiba langit mulai gerimis (yah sedih banget). Awal gerimis turun, kami masih berharap ini cuma rintik kecil dan akan berhenti segera, tapi sialnya tanpa aba-aba gerimis berubah menjadi derasnya dan yap hilang sudah harapan mendapatkan sunrise.
Baik, mungkin tujuan mencari sunrise kali ini akan gagal, namun kami masih memiliki motivasi lain untuk melanjutkan perjalanan yakni setidaknya dapat menginjakkan kaki di puncak. Selain tidak mempersiapkan minum dengan baik, kami juga kelupaan membawa jas hujan yang malah kami tinggal di jok motor. Duhh bodohnya diri ini.
Hujan gerimis berubah deras kembali reda dan terus berulang seperti itu, menemani kami berdua yang terus juga berjalan dengan basah kuyup sekujur tubuh, sembari memegang erat tali yang disediakan agar tidak terjatuh dan terpeleset akibat licinnya jalan.
Tuhan maha baik, harapan kami yang pupus sebelumnya untuk melihat sunrise karena hujan tiba-tiba. Secara tidak sadar tepat di belakang kami, matahari dengan malu-malu mulai menampakkan dirinya di tengah langit mendung. Ya walaupun kami belum sampai puncak, akhirnya kami memutuskan duduk untuk beristirahat sebentar sambil menikmati pemandangan sunrise di tengah langit kelabu. Lagi nikmatnya melihat pemandangan, sekejap saja hujan kembali menderas dan akhirnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan yang sepertinya sudah tidak lama lagi. Disini suara-suara keramain diatas puncak sudah mulai terdengar dan kami semakin semangat dan mempercepat perjalanan kami.
Sampai di Puncak Budug Asu
Setelah kurang lebih 2 jam perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya kami sampai di puncak dengan rasa bangga dengan diri kami masing-masing. Budug Asu berada di ketinggian 2000mdpl, dengan ketinggian puncaknya berada di ketinggian 1422 mdpl.
Kondisi puncak saat itu bisa dibilang cukup ramai dengan keberadaan tenda yang banyak bertengger. Tiba-tiba saja rasa senang kami berubah jadi rasa canggung dan malu, karena seperti hanya kami berdua yang muncak dengan kondisi seperti ini (terlihat tidak ada persiapan). Karena gerimis belum juga usai, akhirnya kami memutuskan untuk melepas penat di bawah pohon sambil melihat pemandangan didepan mata yang sangat amat menakjubkan.
Gerimis kembali menderas dan karna memang kami lupa untuk membawa payung atau jas hujan, jadi ya terpaksa karena badan juga sudah terlanjur basah kuyup kami tetap berteduh saja di bawah pohon kecil. Sampai secara tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri kami dan memberi kami payung (akhirnya ada orang yang peka sama keberadaan kami berdua yang menyedihkan ini huee makasih lo terharu). Setelah hujan agak reda kami pun diajak berkenalan dengan orang yang memberi kami payung tadi, dan ternyata dia tidak sendirian alias mereka muncak berlima.
Tidak hanya meminjamkan payung, mereka juga memberi kami coklat panas dan jajanan. Akhirnya kami bercengkrama bersama sambil menyeruput cokelat panas yang diberikan oleh mereka dan ngemil bekal bersama. Selain itu, lucunya kami juga diajak foto-foto bersama. (gak nyangka sehangat itu mereka treat kami berdua kayak udah besti wkwkwk).
Kurang lebih dua jam memuaskan diri di puncak dengan panorama yang super duper menakjubkan ini, akhirnya kami berdua memutuskan untuk turun dan kembali pulang. Tanpa di sengaja ternyata kelima kawan baru tadi ternyata juga tidak datang untuk ngecamp, alhasil kami diajak turun bersama namun melewati jalur yang berbeda dari sebelum (katanya si lebih landai). Baiklah sepertinya akan lebih asik lagi kalau kami bisa berjalan bersama hitung-hitung bonding sama kawan baru ya kan hehehe.
Review jalur yang sedang kami lewati ini memang betul yang katanya landai dan view disini juga tidak kalah cantik dari jalur sebelumnya, tapi jalur ini ternyata lebih licin karena banyak lumut yang tumbuh di sekitar jalur. Hal tersebut membuat kami berkali-kali terpeleset dan bahkan ada yang sampai terjatuh.
Ahahahaha seru banget lewat sini rasanya seperti main prosotan gratis.
Walaupun jalur ini nyatanya lebih panjang namun, rasanya begitu cepat karena selama perjalanan ketawa terus. Kurang lebih 1 ½ jam-an kami sampai juga di pintu rimba, dan di titik ini juga kami berpisah dan kembali pulang ke tempat masing-masing.
Eits, kebodohan kami belum usai disini, setelah pamit dari mereka berlima kami dibuat pusing mencari rumah Pak Joe, tempat kami menitipkan motor tadi pagi. Lucunya saat itu kami benar-benar lupa yang mana rumahnya karena rata-rata semua rumah bentuknya sama dan bodohnya kami juga belum sempat berkenalan dengan Pak Joe (disini posisinya belum tau nama bapaknya), jadi pastinya akan bingung kalau mau bertanya ke petugas yang lain. Alhasial kami berdua muter-muter hampir 15 menitan sembari mengingat letak rumahnya. Duh mana bentuk rumah disini rata-rata mirip semua lagi dah.
Akhirnya perjalanan kami yang sangat random di awal tahun ini walaupun tidak sempurna, tapi dapat terlaksana dengan baik. Pastinya ini semua bisa berhasil berkat jasa orang-orang baik yang kami berdua temui disetiap perjalannya. Banyak pembelajaran dari perjalanan ini, memang cerita saya ini bukanlah satu hal baik yang untuk ditiru, tapi mungkin bisa dijadikan pembelajaran bahwasannya prepare itu sangat penting ya kawan-kawan, dan pastinya terus berlaku dan berpikiran positif pasti akan mendatangkan hal yang positif juga kepada kita.
Entah kapan lagi saya bisa mendapatkan momen berharga seperti ini, pokoknya terimakasih banyak buat Pak Joe atas bantuannya dan juga lima sekawan yang udah ngasih payung, cokelat panas yang enak pol dan nemenin dua bocah sotoy ini turun dengan aman.
Next enaknya kemana ya kita…