Melanjutkan ajakan dari seorang kawan yang saya kenal saat muncak budug asu, akhirnya di awal Februari tahun 2023, salah satu impian saya ini terwujud. Berawal dari hanya menjadikan tempat ini sebagai wallpaper lockscreen Hp saat masih di bangku SMA, dan kini saya mendapatkan kesempatan menikmatinya secara langsung di bangku kuliah. Ya ini adalah sedikit cerita perjalanan bagaimana saya mewujudkan impian menjajal tumpak sewu.
Oke, trip kali ini saya lakukan bersama dua kawan perjalanan, yaitu seorang kawan lama yang sama saat ke budug asu dan seorang kawan baru yang kebetulan sudah pernah dan kembali mengajak kami berdua kesana. Seperti biasanya rencana awal berangkat jam 8 akhirnya molor juga ke jam 9 karena kami bertiga kurang briefing terkait titik kumpul. Haduh bisa-bisanya jadi saling tunggu-tungguan di dua tempat berbeda.
Jalur trekking tumpak sewu itu ternyata ada dua, yakni pertama melalui via Malang dan kedua via Lumajang. Berdasarkan info kawan baru saya ini, jalur trekking via Malang memang lebih cepat 20 menit ketimbang via Lumajang, tapi jalur yang harus dilewati lebih curam dan licin dengan mayoritas tangga besi tegak. Melihat kondisi cuaca dan kondisi fisik tentunya, akhirnya kami bertiga memutuskan menggunakan via Lumajang, yang walaupun sedikit jauh tapi lebih manusia menurut saya dan teman saya yang newbie ini.
Cuaca cukup mendukung saat motor mulai melaju di jalanan aspal. Tidak hujan dan tidak juga begitu panas, sepertinya ini pertanda bagus. View selama perjalanan juga menambah kenikmatan trip kali ini, membuat saya semakin tidak sabar untuk menginjakkan kaki di tumpak sewu.
Tidak terasa kurang lebih 1 jam setengah, akhirnya kami sampai di pintu gerbang Tumpak Sewu. Setelah membayar parkir dan tiket masuk, waktunya trekking dimulai. Eits, sebelum itu kami ke spot panorama atas lebih dulu sekali cuaca masih cerah, dan WOW seketika saya takjub tidak percaya bahwa visual yang biasanya saya lihat hanya di layar kaca sekarang ada didepan mata.
Huhuhuhu nagis, bagus banget gila…

Sebetulnya dari titik ini kita bisa melihat gunung semeru, namun sepertinya kami datang terlalu siang jadi view semerunya sudah tertutup awan. Ya walaupun begitu, keindahan dari spot panorama atas ini benar-benar langsung menghilangkan rasa pegal dan letih setelah motoran yang panjang.
Karena sudah tidak sabar ingin turun dan takut hujan akan turun. Tanpa berlama-lama kami bertiga langsung mulai trekking yang katanya butuh waktu kurang lebih 45 menit. Oiya tiket masuk wisata tumpak sewu ini juga terbilang cukup mahal, total kami bertiga menghabiskan masing-masing sekitar 30 ribu. Namun, harga tersebut sepadan dengan apa yang didapatkan, yakni kita bisa mendapatkan spot panormara atas dan bawah, telaga biru hingga goa tetes.
Awal mula trekking jalanan masih jalur konblok biasa dan terus mulai berubah menjadi anak tangga besi yang lama-lama terlihat semakin memprihatinkan. Jalanan terus menurun ditambah berbelok dengan kondisi anak tangga yang licin membuat kami harus ekstra hati-hati.
Setelah beberapa menit berjalan menyusuri anak tangga yang licin, akhirnya kami sampai di spot yang cukup bikin senam jantung. Sebelumnya saya sudah tahu bahwa akan melewati jalur seperti ini dan sudah melihatnya di beberapa video yang berseliweran di tiktok. Tapi ternyata apa yang kita lihat di layar pastinya tidak akan semenegangkan jika kita langsung mencobanya ya kan.
Baiklah, untuk pertama kalinya saya akan turun di jalur batuan licin ditengah aliran air terjun yang bisa dibilang cukup deras, bisa di anggap seperti aktivitas semi cannoying. Gila si ini, tapi jujur saya sangat senang karena ini salah satu impian terpendam yang sebelumnya saya ingin lakukan sebagai mapala. (gak di dapet restu ortu hiks)
Kami bertiga memutuskan untuk bergantian turun, dimana teman saya yang sudah pernah alias yang pro turun lebih dulu, lalu diikuti dengan teman saya dan saya terakhir. Untungnya tadi saya kepikiran untuk ganti sandal gunung sebelum berangkat. Kalau tetap pakai sepatu tadi, gak tau deh ya bakal gimana kondisinya disini.
Kalian mau tahu apa rasanya melewati jalur ini? JUJUR INI GILA BGT. Rasanya kayak latihan militer. Dimana kekuatan tangan dalam memegang tali benar-benar diuji, kaki yang harus cekatan mencari celah bebatuan yang tepat untuk berpijak ditambah harus berpacu dengan detak jantung yang membuat sekujur tubuh gemetar sehingga fokus jadi break dance.
Berharap tidak jatuh karna tidak membawa baju ganti, dan benar saja saya dan teman saya akhirnya terpeleset juga di jalur ini. Habis sudah celana kami berdua basah. Baiklah setelah melewati turunan yang agaknya menguras mental dan kesabaran itu, kami memutuskan istirahat sebentar. Terlebih kaki rasanya juga sudah mulai tremor disini.
Setelah tenaga sedikit pulih, kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Tujuan pertama ialah panorama bawah tumpak sewu, dan ternyata beberapa menit kami berjalan dari tempat istirahat, kami mulai merasakan tetesan air dan suara air terjun juga sudah mulai terdengar. Yeay sepertinya sedikit lagi kami akan sampai.
Betul saja tidak lama dari itu kami disuguhkan pemandangan memukau dari balik tebing batu. Here is it! Tumpak sewu sudah ada didepan mata, huwa senang powll.
Eits tapi ini belum sampai, untuk sampai di titik tujuan yang sebenarnya kami harus menyeberangi dua sungai (dimana salah satu jembatannya sudah reot alias putus) dan mendaki bebatuan yang cukup tinggi terlebih dahulu. Demi menikmati tumpak sewu yang saya impikan, semangat 45 saya dorong tubuh yang udah capek ini untuk bisa sampai ke puncak batu itu.
Dan akhirnya setelah perjalan yang cukup panjang dan melelahkan kami bertiga sampai juga di tempat ini. Speechless banget, dan mau tau hal pertama yang saya dan kawan saya lakukan? duduk termenung sambil menikmati hal yang se-menakjubkan ini di depan mata saking kehabisan kata-kata. Sumpa rasanya seperti mimpi bisa ada di tempat ini. Bersyukur banget bisa dikasih kesempatan seperti ini, bersyukurrr…


Di spot panorama bawah ini, kebanyakan waktu kami habiskan untuk memandangi air terjun sambil menenangkan pikiran, bahkan sampai kami bertiga lupa untuk foto-foto seperti kebanyakan orang saat itu wkwkwk.
Tapi menurut saya, berfoto tidak disalahkan dan memang bisa menyimpan memori untuk dapat dinikmatinya kapan hari. Namun, kesempatan menikmatinya secara langsung tanpa sibuk berfoto adalah hal sakral yang susah untuk didapatkan kembali.
Telaga Biru Tumpak Sewu
Puas menikmati suguhan potongan surga di tanah jawa timur ini, ditambah langit juga sudah mulai mendung dan gemuruh mulai berdendang. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke spot berikutnya, yaitu telaga biru. Baru juga memperingati diri, benar saja baru beberapa menit berjalan hujan turun dengan cukup deras dan membuat sekujur tubuh kita basah kuyup lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk memakai jas hujan yang walaupun ini juga udah telat si tapi yaudahlah ya.
Perjalanan menuju telaga biru dari spot panorama bawah tidak terlalu berat, dimana kita hanya perlu melakukan susur sungai. Namun, karena saat itu hujan turun membuat arus sungai sedikit mulai agak deras, sehingga badan yang lelah ini perlu di push untuk kembali berhati-hati agar tidak tergelincir atau terbawa arus.
Untung saja di sediakan tali di sepanjang jalur, jadi cukup membantu sebagai pegangan selama perjalanan. Sesampainya di telaga biru, kami istirahat sebentar sambil mendokumentasikan perjalanan. Sayangnya saat saya kesana sedang musim hujan, karena seharusnya sesuai namanya air disini sangat jernih dan tidak sedikit orang akan berendam.
Oiya di perjalanan menuju telaga biru ternyata tadi kami juga melewati Goa Bidadari yang tidak kalah cantik ditambah adanya tumpukan batu besar yang membuat suasana dan pemandangan disini semakin cantik.



Goa Tetes Tumpak Sewu
Setelah istirahat sebentar di Telaga Biru, karena mengejar waktu yang mana Tumpak Sewu tutup pukul 5 sore. Kami melanjutkan ke spot berikutnya yakni Goa Tetes. Mulai trekking lagi dan ternyata trekking menuju goa tetes jauh lebih berat dibanding trekking di awal sebelumnya.
Bisa dibilang ini menjadi jalur yang paling banyak menguras tenaga dan adrenalin selama trip Tumpak Sewu. Bagaimana tidak kami harus berjalan melalui jalan setapak berbatu, melewati tangga besi yang sudah reot bahkan patah, dan kembali berjalan membelah air terjun yang amat licin dalam kondisi hujan dengan minim pegangan.
Lagi dan lagi gak pernah terbayangkan akan saya lalui selama hidup saya. Tapi kalau ditanya bagaimana view dan sensasi melewatinya, wahh gila banget si experince ini mahal banget.
Dengan nafas yang sudah terengah-engah akhirnya kami sampai juga di spot Goa Tetes. Yeay view disini cantik banget. Stalaktit yang menempel di dinding goa dan tetesan air yang turun dari bagian atasnya, memberikan sensasi menakjubkan tersendiri saat berdiri di bawahnya.
Sebetulnya kita bisa masuk ke dalam goa, tapi kami bertiga bingung bagaimana cara masuknya. Ditambah sepertinya goa ini terlihat sedikit dalam, untuk mencari aman kami urungkan niat untuk mencoba masuk kedalam. (Padahal mau banget tapi gak lucu kan bisa masuk tapi nanti gak bisa keluar)



Yeay akhirnya spot terakhir selesai dan waktunya kami kembali pulang. EITS! tapi tidak semudah itu. Untuk sampai ke tempat awal kami masuk alias tempat motor kami parkir, masih harus kembali trekking dengan mendaki anak tangga yang sangat amat panjang dan melelahkan.
Karena badan sudah mulai letih dan kaki mulai berat melangkah, selama tracking pulang ini saya dan teman saya lebih banyak beristirahat dan satu teman saya yang sudah pro kami persilahkan jalan duluan (gokil si tu orang gak ada capeknya).
Ada hal lucu saat kami berdua tengah istirahat yang tak tau sudah yg keberapa kali. Teman saya ketempelan pacet dan sontak membuat kami berdua panik banget. Haduh kalo dibayangin lagi kejadian itu lucu banget. Untungnya kondisi disini sepi jadi gak malu-luin banget, karena emang kita berdua teriak-teriak heboh.
Setelah berkali-kali istirahat akhirnya kami berdua sampai juga di atas (tempat teman kami yang satunya menunggu). Kami beristirahat sebentar di kedai warga lokal untuk mengembalikan tenaga. Lagi duduk santai dan bercerita perihal kejadian pacet tadi, tau-taunya saya ketempelan pacet juga di kaki, mana ada dua lagi aduh kami berdua kembali heboh wkkwkw.
Tenaga sudah kembali pulih dan pacet sudah tidak terdeteksi lagi di badan kami, perjalan dilanjutkan dan kali ini jalanan sudah landai dengan melintasi rumah warga.
Yeay perjalanan panjang yang sangat amat melelahkan ini akhirnya ditutup dengan makan mie rebus di kedai dekat parkir motor. ahh kenyang dan disini kami bertiga baru teringat bahwa sama-sama belum makan dari pagi. Para banget si ini tolong lagi dan lagi jangan dicontoh ya!
Setelah kenyang kami putuskan kembali ke malang dan pulang ke kos dan rumah masing-masing. Sialnya perjalanan pulang harus menembus hujan badai ditambah petir yang cukup bikin senam jantung lagi. Huhu yaudah lah ya yang penting impian sudah tercapai dan kami bertiga selamat sampai tujuan.
Kira-kira, enaknya habis ini kemana lagi ya?