Percobaan Pertama: pantai malang selatan di musim hujan
Awal November di tahun 2022 lalu, saya dan seorang kawan yang senang saya sebut sebagai teman perjalanan bersama mencoba untuk pertama kali menjajal aspal Malang Selatan. Dengan satu tujuan yang sama, kami ingin kabur sejenak dari kehidupan mahasiswa semester lima untuk menghirup segarnya udara pantai.
Namun, perjalanan yang kami kira ini akan mudah dicapai seperti yang sudah-sudah, ternyata menghasilkan cukup drama yang menguras mental serta tenaga. Lucunya perjalanan kami ini juga baru bisa berhasil di percobaan kedua. Ada hal bodoh yang kami lupakan dan akhirnya menjadi pembelajaran berharga untuk kami si newbie penikmat alam.
“Jangan lupa cek cuaca dan berita”
Satu kalimat keramat yang sampai detik ini menjadi pengangan setiap kali memulai perjalanan. Kenapa begitu? ya waktu itu saking kami sudah BM-nya dengan suasana pantai, sampai-sampai kami terlupa untuk mengecek hal se-urgent itu apalagi untuk memulai perjalanan jauh.
Pagi itu cuaca memang sudah terlihat tidak bersahabat. Hujan deras yang sudah turun sejak pukul 3 pagi, tapi kami masih saja keras kepala menunggu hingga pukul 6 pagi dan berangkat dengan tekad bulat ingin sampai pantai apapun halangannya. Cukup gila memang, tapi keputusan itu belum seberapa parah dan ini baru permulaaan.
Oke lanjut, jarak dari tempat kami tinggal alias ngekos ke pantai itu kurang lebih sekitar 50an kilometer, dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 1 sampai 2 jam perjalanan. Lumayan ya.. membayangkannya saja pantat sudah keram rasanya.
Setengah jam perjalanan dimulai semua masih normal, dimana cuaca sudah mulai stabil dan membuat kami memiliki harapan bahwa langit arah Malang Selatan akan berubah cerah. Eits baru juga mulai berharap, selang 30 menit perjalanan gerimis mulai berjatuhan, namun kondisi ini belum membuat tekad kami tergoyahkan sehingga kami tetap melanjutkan perjalanan, dengan harapan yang sama.
Beberapa menit setelah hilang timbulnya gerimis, seketika rintikan halus berubah menjadi hujan deras yang cukup membuat kami waswas. Akhirnya kali ini kami merasa perlu untuk berhenti sejenak dan kami putuskan tuk melipir ke teras rumah warga untuk mulai menggunakan jas hujan (rada telat memang kita udah basah kuyup disini).
Niat berhenti hanya untuk menggunakan jas hujan saja, tapi sayangnya hujan turun lebih deras dari sebelum kami memutuskan tuk berhenti. Melihat kondisi saat itu, disinilah kami baru mulai berdiskusi apakah kita hentikan saja perjalanan ini atau tetap lanjut. Mau tau apa yang menjadi keputusan kami? kami putuskan tuk menunggu hingga 15 menit lalu baru lanjutkan perjalanan ini. AHAHAHA memang betul kewarasan kami sudah terkubur oleh harapan serta angan suasana pantai saat it
Sesuai kesepatan, kami melanjutkan perjalanan dalam kondisi hujan deras dengan modal jas hujan ponco yang sebetulnya tidak tahu berguna atau tidak. Duh hal bodoh ini menjadi pengalaman ternekat yang pernah saya lakukan. Basah kuyup ya sudah pasti dan kami masih saja terhipnotis dengan harapan bahwa cuaca cerah di tujuan nanti. Sampai pada akhirnya, setelah berkilo-kilo meter menerjang hujan kami memasuki perkampungan yang mana jalanan cukup menguras mental, tenaga dan penuh kejanggalan.
Awal saat memasuki jalanan tersebut masih seperti jalanan normal dengan beralas aspal, namun setelah beberapa menit jalanan mulai berubah menjadi material bebatuan, ditambah mulai adanya tanjakan-turunan yang cukup terjal (oiya kondisi disini masih hujan gais).
Kejanggalan pertama mulai terasa saat tiba-tiba jarak yang diperkirakan oleh aplikasi Gmaps tinggal 30km lagi, terus berubah-ubah hingga menjadi 40km lebih dan arah jalanannya pun ikut terus berubah-ubah sampai membawa kami ke jalanan yang membuat kami cukup kebingungan.
Visual saat itu benar-benar luar biasa, jalanan tanjakan dan turunan bebatuan ditambah adanya aliran deras air berwarna coklat di sepanjang kanan-kiri jalan membuat mental kami cukup terkuras. Kebingungan semakin menjadi saat kami melihat pemandangan beberapa warga seperti sedang mempersiapkan sesuatu untuk menjaga rumahnya dengan menggali tanah dan menaruh kayu di depan beranda rumahnya (ada apa yang terjadi sebetulnya ini).
Pemandangan warga yang membingungkan, hujan yang tak kunjung reda, badan yang telah basah kuyup ditambah jarak yang semakin tidak jelas bertambah, membuat otak ini dengan mudahnya berpikir secara liar. Sama-sama sudah tidak tau mau kemana, akhirnya kami menyerah dan memutuskan mencoba untuk bertanya arah jalan kepada kumpulan bapak-bapak yang sedang meneduh di sebuah warung kopi.
Dan kalian mau tahu apa jawabannya….
Kami di omelin sama para bapak-bapak disana dan disuruh kembali pulang. Ahaahahah. Ya mereka bilang bahasawannya ada banjir bandang di daerah tersebut dan akses jalanan ke pantai terputus (katanya info jembatan sendang biru putus).
Awalnya kami kira pernyataan tersebut hanya untuk menakut nakuti saja lagipula ini tinggal beberapa kilo lagi untuk bisa sampai tujuan. Namun, setelah mempertimbangkan pernyataan para bapak ini yang terlihat ngotot nyuruh pulang akhirnya dengan berat hati perjalanan harus dihentikan (memang harus si dari awal).
Sebelum kami menuju jalan pulang, karena hujan deras tak kunjung reda dan kami berdua juga sudah cukup lelah, kami memutuskan untuk meneduh sebentar di teras rumah warga tuk kembali mengumpulkan kewarasan serta tenaga.
Saat meneduh kami juga sembari bercengkrama dengan warga sekitar, dan ya kewarasan mulai hadir kembali setelahnya dan memang betul akhirnya kami menyadari bahwa perjalanan ini dari awal memanglah tidak beres dan sudah seharusnya tidak dilakukan. Setelah hujan sedikit mulai reda kami putuskan kembali pulang dengan perasaan kecewa tapi disatu sisi bersyukur masih bisa pulang dengan selamat.
fyi, betul aja besok paginya kita mendapatkan berita bahawa betul ada banjir bandang di lokasi yang bapak-bapak di warung kopi itu katakan. Huftt! untuk selamat..